1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi
atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi
atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia
yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial
harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai
pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena
itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi
yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang
tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai
subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus
mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan
bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat
dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si
seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai
bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan
sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan
pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan
nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak
dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang
pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan
negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
0 comments:
Post a Comment